Nikah Dulu atau Mapan Dulu?

19.18 Unknown 0 Comments


BISMILLAHI...

Hallo guys! Di tengah kesibukan mengajar (sebagai guru) hari ni, saya teringin pulak nak menulis satu resume lagi. Tak tahu lah ye, semenjak-dua menjak ni rasanya ide di kepala ni mintak dikeluarkan. So, hobi menulis pun menjadi hobi baru bagi saya. Saya memang tak berbakat dalam dunia tulis menulis ni, tapi kata orang kalo ada minat, bakat bisa dilatih. Macam jadi guru, kalo tak ada bakat tak apa tapi kalo ada minat boleh dilatih, hehe.

Resume kali ni bukan resume tentang guru, walaupun semenjak pagi tadi saya tengok di medsos, banyak kawan2 tayang gambar selamat hari guru nasional. Rupanya baru tesadar saya kalo hari ni 25 Nov 2015 adalah hari guru nasional Indonesia (sebab kat Thailand ni, bukan hari ni hari guru nasionalnya). So, dikarenakan hari ni bersempena hari guru nasional, maka saya nak ucapkan selamat menyambut hari guru dan rasa terima kasih saya yang tulus dan mendalam kepada guru-guru saya, diantaranya;

Bu Rohana Roah yang telah mengajarkan saya sejak dari SD lagi. Dari belum pandai membaca, sampai dah pandai membaca seperti sekarang ni. Kalo dulu belum pandai membaca tulisan je, tapi sekarang alhamdulillah dah pandai membaca berbagai macam bahasa, termasuk bahasa jiwa, huhuii.

Kemudian terima kasih saya kepada guru-guru saya di SMP dan SMA; Bu Tien Oktavia Wiwik Juliana Lena Riza Lena Maria Hasyim dll yang telah mengajari kami dengan sangat baik sekali (biasanya alumni memang cakap macam ni, hehe). Selanjutnya syukur saya kepada Ummi Widya dan suami Ust. Hidayat yang telah membantu saya dalam proses mencari jati diri sebagai seorang muslim, serta juga kepada para murobbi, ustadz, dan orang-orang yang telah menjadi sarana belajar bagi saya sampailah saya menjadi orang yang bisa mengajar orang lain pula saat ini.

Tetapi tentu saja rasa terima kasih dan syukur saya yang paling besar kepada kedua orang tua saya, mak dan ayah yang menjadi madrasah pertama serta kepala sekolah dari pendidikan yang saya jalani. Karena saya menganut prinsip, jika ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya, maka ayah lah kepala sekolahnya. So, anda bisa bayangkan; kalo ada madrasah tanpa kepala sekolah, bagaimana kondisinya? Boleh jadi tak terurus dengan baik. Tetapi tetap saja lebih baik, daripada ada kepala sekolah tapi tak ada madrasahnya, hehe. Paham???

Well, kali ni saya buat satu resume tentang persiapan menuju pernikahan (lagi). Resume ni adalah pecahan dari point no. 4 dalam 5 persiapan penting sebelum menikah yang telah saya tulis sebelumnya. So, bagi korang yang belum baca or nak baca lagi, boleh tengok kat sini https://www.facebook.com/photo.php?fbid=1010979175589209&set=rpd.100000314092969&type=3
(dah tengok) jom teruskan membaca.

MENIKAH SEBELUM MAPAN, BERBAHAYAKAH?

Cakap pasal mapan sebelum menikah ni eloknya dibahas oleh orang yang dah nikah. Iyelakan… orang yang dah nikah ni dah punya pengalaman, so lebih terukur tingkat bahayanya, wkwk. Tapi apapun itu, ianya tak mengurangi makna jika dibahas olah orang bujang kan, hehe. Sebab orang bujang lebih excited dengan topic yang satu ni. Sampai-sampai banyak yang jadi bujang lapok sebab takut menikah karena belum mapan, haha. Next!!!

Bab 1. Makna Mapan

Mapan, apa itu mapan? Mapan itu sejenis kayu… (bukan, itu papan…). Mapan itu sebelum minum (itu makan la….) Haha… yo wes la ya. Ni saya kasi arti mapan dari kamus online; mapan itu mantap, tidak goyah, stabil atau kokoh kedudukannya (kehidupannya). Jadi secara sederhana kita bisa berikan definisi bahwa mapan adalah suatu kondisi dimana adanya kemantapan dan kestabilan kehidupan seseorang.

Bagi setiap orang, definisi mapan ni berbeda-beda. So, saya tak lah nak memperdebatkannya disini. Ada yang cakap kalo mapan tu dah punya pekerjaan tetap, punya rumah, kendaraan dan lain-lain. Jadi banyak sangat definisi mapan ni, tergantung bagaimana kita melihatnya secara pribadi.

Bab 2. Mapan dalam Persepsi Kita dan Masyarakat

Menikah ni kan keywordnya “ba’ah”, yang mana makna asalnya ialah mampu dalam konteks seksual. Imam Asy Syaukani dalam Subulus Salam, Syarh Bulughul Maram menambahkannnya dengan kemampuan memberi mahar dan nafkah. So, dari makna ba’ah tersebut, kita bisa menemukan dua point. Pertama kemampuan seksual. Saya rasa kalo dah baligh, bab ni dah selesai. Kedua, kemampuan memberi mahar dan nafkah. Haaa…. Disinilah benda mapan ni bersemayam, hehe.

Banyak orang muda yang menunda menikah karena merasa diri belum mapan. Ditambah lagi dengan nasihat-nasihat maut dari keluarga yang mengatakan seperti; “jangan nikah dulu sebelum mapan”, tanggapan saya, memang nikah ni karena cinta atau karena mapan? Atau yang laen pulak, belum mapan udah mau nikah, emangnya mau dikasi makan apa???” Kalo saya boleh jawab; memandangkan saya tinggal di Thailand, makanan pokoknya nasi. So, boleh makan nasi, tom yam, keng som, dll. Haha. Kalo di Indonesia kasi makan nasi boleh, lontong, bakso, ataupun ayam penyet, hehe.

Dalam masyarakat kita dan diri kita sendiri telah berkembang pemahaman bahwa mapan adalah kriteria mutlak yang mesti di masukkan dalam mencari pasangan atau menikahkan anak perempuan. Tapi menurut saya itu adalah kriteria yang kejam, apa pasal? Ni saya jelaskan. Lelaki ni kalau dah masuk umur 20 tahun, keinginannya itu ngegas saja (baca: menikah). Sedangkan kondisi mapan ni adalah sesuatu yang mengambil masa yang cukup lama.

Anggaplah seorang lelaki nak nikah umur 24 (kode, wkwk). Jika menikah nunggu memiliki pekerjaan tetap, rumah, kendaraan, dll. Coba hitung berapa lama masa yang dia butuhkan untuk sampai pada kondisi mapan tersebut. Sebagai contoh;

Beli rumah = 200 jt
Beli mobil = 150 jt
Biaya resepsi = 100 jt
Total 450 jt
Gaji 3 jt/bulan
Bisa nikah 450/3 = 150 bulan = 12 tahun 6 bulan (itu gaji ditabung semua, tanpa makan)

Kalau umur sekarang 24 tahun, nunggu mapan baru nak nikah (setelah 12 tahun 6 bulan). Jadi akan nikah pada umur 36 atau 37 tahun (ooiii…. tua nya). Itulah gambaran daripada kriteria yang kejam, huhu.

Kalau macam tu nak buat macam mana? Haa… macam ni, pertama sekali kita mesti ubah mindset kita tentang mapan tu dulu. Mapan ni sebenarnya bukan tentang kepemilikan material saja (pekerjaan, rumah, kendaraan, dll). Tetapi lebih dari pada itu ada aspek yang sangat penting sekali. Jom, kita tengok ni!

1. Mapan adalah kesanggupan menghadapi tantangan hidup

Menikah ni membuat ujian hidup kita berlipat-lipat. Sifatnya ujian ni meminta kita bersiap sedia. Kalo kita siap kita boleh lulus dengan cemerlang, tapi kalau tak siap akan gagal segagalnya. Ada orang yang mapan dalam kepemilikan harta, tapi tak mampu menghadapi tantangan hidup. Ada masalah siket, stress dan galau. Kalo macam tu modelnya, tak ada maknanya harta yang kita miliki jika tak diimbangi dengan kemampuan menghadapi masalah.

Coba tengok (sebagian) selebritis kita, fenomena kawin cerai ni jamak kita lihat di TV2 kan (saya tak la selalu sangat tengok selebriti ni, hehe). Mereka mapan? Sangat mapan bahkan. Tapi tu lah, entah apa yang salah, sehingga kegagalan dalam berubah tangga ni macam menu wajib yang harus mereka lewati. So, kemampuan dan kesanggupan menghadapi masalah seharusnya menjadi focus utama bagi orang-orang yang nak menikah, supaya hidup berumahtangga ni kekal sampai ke syurga.

2. Mapan adalah siap bertanggung jawab

Tentang tanggung jawab ni, percuma je punya kekayaan banyak tapi tak bertanggung jawab. Banyak kan suami yang rela membuat istri dan anak-anaknya ‘susah’ tetapi memanjakan dirinya sendiri—malah memanjakan selingkuhannya. Artinya, harta yang banyak tak akan berarti apa-apa dalam pernikahan jika kita tak punya banyak cinta untuk menjalaninya.

Walaupun seseorang menikah sebelum mapan, bukan berarti dia tidak boleh membahagiakan pasangannya. Malah setelah menikah, seseorang akan terpacu lebih keras dan lebih semangat lagi untuk menafkahi keluarganya. Jika dia mencintai pasangannya, tak kan la dia tak mau berkorban demi orang yang dicintainya. Cinta itu pengorbanan. Kalo tak mau berkorban berarti tak cinta, simple je.

Dari situ pulalah kita dapat memahami mengapa (terkadang) ada wanita yang secara fisik okay tapi mendapat pasangan yang biasa saja. Jawabannya adalah karena yang dibutuhkan dalam pernikahan bukanlah fisik atau harta yang berlimpah, tapi rasa tanggung jawab yang cukup. Jadi ketika anda memiliki tanggung jawab atas pasangan anda, maka kemapanan-lah yang akan mengikuti anda dengan sendirinya. Itu.. (salam super, hehe)

3. Mapan adalah kemauan mewujudkan impian bersama

Sebenarnya salah satu keseronokan menikah ni adalah kebersamaan dalam suka duka mencapai dan menggapai impian-impian rumah tangga (masih teori saya lagi, hehe). Impian-impian ni jangan dipikir mesti yang besar-besar saja. Menikah ni adalah menjalani hari-hari dalam mewujudkan impian-impian kecil menuju impian-impian besar. Step by step. Nah, disinilah titik nol nya. Lebih baik berjuang bersama dari nol sampai mapan daripada datang ketika sudah mapan. Biasanya yang datang bila dah mapan ni sebagai “pelengkap” je. Yang lebih gawatnya lagi datang tapi membuat pasangannya menjadi nol bahkan minus, yang macam ni tak payah datang pon tak apa, hihi.

Bab 3. Tak Ada Orang Bujang yang "Kaya"

Dalam bab ni saya nak mengajak kita semua melihat bagaimana pernikahan pada zaman nabi berdasarkan riwayat-riwayat yang boleh disimak di bawah ini.

Pertama: “pernikahan yang paling besar keberkahannya ialah yang paling mudah maharnya.” (Hadis riwayat Ahmad di dalam musnadnya, no. 24595).

Kedua: dari Ibnu Abbas bahwasanya ketika Ali Radhiyallahu ‘anhu menikahi Fatimah Radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya, “berikanlah ia (mahar) sesuatu”. Ali menjawab, “aku tidak memiliki apa pun” lalu rasulullah bersabda, “berikanlah baju besimu” (Hr. An Nasa’i).

Ketiga: “apakah engkau hafal ayat-ayat dari al qur’an?” Laki-laki itu menjawab, “saya hafal surat ini dan surat ini”. Lalu Rasulullah bersabda, “aku akan menikahkan kalian berdua dengan mahar ayat al Qur’an yang ada padamu” (Hr. Bukhari dan Muslim).

Keempat: ”seluruh dunia ini adalah perhiasan dan perhiasan terbaik di dunia ini adalah wanita yang sholehah.” (Hr. An-Nasa’i dan Ahmad).

Sekarang kita akan bahas riwayat-riwayat ni satu-satu. Pertama, dari hadis ni kita dengan mudah dapat memahami bahwa mahar yang mudah adalah yang berkah. Tapi tunggu dulu, makna mudah ni bukan murah. Contohnya macam ni; mahar 100 juta tapi sang suami sanggup, itu mudah (anak orang kaya mungkin ye atau duren (duda keren), hehe). Tapi mahar uang syiling 25 rupiah kopak, memang murah tapi sangat meyusahkan mencarinya. So, intinya tidak kiralah mahar itu berupa sebentuk cincin besi atau segerobak emas, kedua-duanya adalah mahar yang baik, selagi ‘mudah’ bagi suami untuk memperolehinya.

Kedua, mahar Ali kepada Fatimah adalah sebuah baju besi. Baju besi tahukan? Baju perang. Anda bisa bayangkan, putri dari manusia paling mulia di muka bumi ini maharnya “hanya” sebuah baju besi. Dari riwayat ni ada dua point penting yang bisa kita ambil pelajarannya. Point 1, bahwa Rasul tidak melihat ketidakmapanan harta pada diri Ali sebagai kekurangannya, (kalau Rasul mau menantu yang mapan maka beliau akan menikahkan putrinya dengan Abu Bakar ataupun Usman karena sebelumnya dua sahabat ini sudah mengajukan lamaran tetapi ditolak Rasul). Tetapi Rasul lebih melihat kepada karakter dan kepribadian Ali.

Point 2, Ali bin Abi Thalib Ra. Memiliki rasa tanggungjawab dan tentu saja iman yang kuat, sehingga hal tersebut yang membimbing beliau untuk menjaga keluarganya dengan bekerja untuk memenuhi nafkah keluarganya. Itulah sebabnya kenapa agama menjadi kriteria pertama dalam memilih pasangan. Sama seperti Rasul, memilihkan Ali untuk Fatimah. Ali adalah termasuk orang pertama yang masuk Islam. Ikut berperang bersama beliau dan tentu saja imannya tidak diragukan lagi.

Riwayat yang ketiga; mahar dari hafalan al-qur’an. Benda ni mungkin dah banyak kita tengok di masyarakat. Biasanya calon istri nak surat Ar-Rahman sebagai maharnya. Saya pernah tengok live mahar hafalan surat ar-rahman ni. Saya teringin pulak la, hehe. Inshaallah, tak ada yang mustahil kalo Allah berkehendak kan. Awak tak nak ke? Surat laen pon boleh, hehe.

Dan riwayat keempat; bahwasanya perhiasan paling mahal, paling berharga, paling baik adalah wanita sholeha. Jam Rolex 100 juta mahal, bagus. Supercar Lamborghini 10 M, mewah. Tapi kalo orang belum menikahi wanita sholeha sesungguhnya dia belumlah kaya. Sebab dia belum memiliki perhiasannya yang paling baik di dunia ini. So, nak jadi kaya nikahilah wanita sholeha karena anda akan memiliki sebaik-baiknya perhiasan dunia, hehe.

Well, sebagai kesimpulan dari judul resume ni “menikah sebelum mapan, berbahayakah?” Jawabannya adalah selama anda memiliki rasa tanggung jawab, cinta dan harapan, ianya tidak akan menggoyahkan dan meruntuhkan rumah tangga anda. Sebaliknya, jika anda mapan tapi tak memiliki tanggung jawab terhadap keluarga, maka bisa dipastikan rumah tangga anda akan hancur berkeping-keping.

Alhamdulillah… rasanya cukup sampai disini resume kali ni. Semoga tulisan singkat ni boleh membuka mindset kita dan membuat kita semakin yakin bahwa masalah rezeki (selagi kita mau berusaha menyempurnakan ikhtiar) adalah jaminan Allah swt. Ada lebih kurang 7 milliar mulut setiap hari yang Allah jamin makanannya, masa’ kita yang hanya berdua dengan istri Allah telantarkan. Inshaallah, akan ada keajaiban-keajaiban yang akan Allah berikan setelah menikah, tapi resume tentang tu belum bisa saya terbitkan lagi, Hihihi.

Okay la kalau macam tu, kalo ada yang baik silakan di ambek, kalo ada yang kurang baik bagi tahu saya. Inshaallah menjadi ilmu baru bagi kita semua. Semoga Allah memudahkan setiap usaha dan langkah kita untuk menyempurnakan agamanya. Aamiin allahumma aamiin.
Waallahu ‘alam.

Songkhla, Thailand
Yopie Andesman
— di Chana, Songkhla, Thailand.

0 komentar: